sumber berita Swansea dari Waktu ke Waktu : http://sport.detik.com/sepakbola/read/2015/08/31/115301/3005497/72/swansea-dari-waktu-ke-waktu
Swansea - Tiga kali berturut-turut mengalahkan Manchester United boleh jadi bukanlah sebuah keberuntungan belaka buat Swansea City. Mereka percaya bahwa mereka lebih dari tim pelengkap di Premier League.
Minggu (30/8/2015) malam, hanya dalam waktu "lima menit" Swansea mematuk "Setan Merah" di Liberty Stadium. Meski tertinggal lebih dulu oleh gol Juan Mata di awal babak kedua, "Si Angsa" membalikkan keadaan lewat gol-gol Andre Ayew (61) dan Bafetimbi Gomis (66) -- dan mereka menang 2-1.
Di musim lalu Swansea juga selalu mengangkangi MU dengan skor yang sama: di pekan pertama di Old Trafford, dan di pekan ke-26. Dengan skor 0-3, Louis van Gaal "kalah kelas" dari Gary Monk.
Kemenangan terakhir itu membuat Swansea menjadi satu dari tiga tim yang tidak terkalahkan dari tiga pertandingan di awal musim ini, selain Manchester City dan Leicester City.
Cepat atau lambat Swansea tentu saja tidak akan menjadi tim yang terus berada di zona Liga Champions. Seperti halnya tim-tim semenjana yang tampil bagus di awal musim, biasanya nanti-nanti mereka akan kembali ke habitatnya: papan tengah, bahkan zona merah.
Tapi saat ini Swansea sedang menunjukkan determinasi untuk unjuk potensi. Faktanya, sejak melakoni debutnya di Premier League di musim 2011/2012, hingga kini mereka mampu lebih dari sekadar tidak terdegradasi. Di musim perdananya itu, di bawah komando Brendan Rodgers, mereka finis di peringkat ke-11.
[Baca Dalipin Story: Swansea: Kobar Api Kehidupan]
Di musim berikutnya, dengan polesan Michael Laudrup, mereka naik dua anak tangga ke posisi sembilan. Tapi habis itu Laudrup menurun sehingga dipecat di awal Februari 2014. Monk, yang saat itu masih berstatus pemain, ditunjuk sebagai player/manajer interim. Dengan sisa 14 pertandingan Monk masih bisa memberikan lima kemenangan dan 3 hasil seri, walaupun kalah 6 kali. Paling tidak, Swansea tetap selamat dengan menduduki urutan ke-12 di klasemen akhir. Monk pun dijadikan sebagai manajer tetap dan diberi kontrak tiga tahun.
Pria yang saat ini berusia 36 tahun itu pun menunjukkan kemampuannya. Selama musim lalu ia kembali mencerahkan Swansea dan membawanya finis di peringkat kedelapan. Itulah pencapaian tertinggi Swansea dalam sejarah mereka di divisi teratas Liga Inggris.
Tak heran jika Monk berambisi lebih. Ia tidak mau kesebelasannya lebih sibuk dengan misi turun divisi di pengujung musim, melainkan menatap setinggi yang mereka bisa.
"Ini musim kelima kami di Premier League, dan kita selalu mewaspadai apa yang bisa terjadi, termasuk mewaspadai terdegradasi. Tapi pemain-pemain ini lebih baik daripada itu. Ini soal bagaimana membuat mereka memahaminya," ujar Monk dikutip Reuters.
"Di musim lalu kami telah mengupayakannya, dan saya rasa Anda sudah melihat kematangan kami yang baru. Semoga kami bisa lebih matang lagi tahun ini," sambungnya.
Nuhun for visit Swansea dari Waktu ke Waktu
Minggu (30/8/2015) malam, hanya dalam waktu "lima menit" Swansea mematuk "Setan Merah" di Liberty Stadium. Meski tertinggal lebih dulu oleh gol Juan Mata di awal babak kedua, "Si Angsa" membalikkan keadaan lewat gol-gol Andre Ayew (61) dan Bafetimbi Gomis (66) -- dan mereka menang 2-1.
Di musim lalu Swansea juga selalu mengangkangi MU dengan skor yang sama: di pekan pertama di Old Trafford, dan di pekan ke-26. Dengan skor 0-3, Louis van Gaal "kalah kelas" dari Gary Monk.
Kemenangan terakhir itu membuat Swansea menjadi satu dari tiga tim yang tidak terkalahkan dari tiga pertandingan di awal musim ini, selain Manchester City dan Leicester City.
Cepat atau lambat Swansea tentu saja tidak akan menjadi tim yang terus berada di zona Liga Champions. Seperti halnya tim-tim semenjana yang tampil bagus di awal musim, biasanya nanti-nanti mereka akan kembali ke habitatnya: papan tengah, bahkan zona merah.
Tapi saat ini Swansea sedang menunjukkan determinasi untuk unjuk potensi. Faktanya, sejak melakoni debutnya di Premier League di musim 2011/2012, hingga kini mereka mampu lebih dari sekadar tidak terdegradasi. Di musim perdananya itu, di bawah komando Brendan Rodgers, mereka finis di peringkat ke-11.
[Baca Dalipin Story: Swansea: Kobar Api Kehidupan]
Di musim berikutnya, dengan polesan Michael Laudrup, mereka naik dua anak tangga ke posisi sembilan. Tapi habis itu Laudrup menurun sehingga dipecat di awal Februari 2014. Monk, yang saat itu masih berstatus pemain, ditunjuk sebagai player/manajer interim. Dengan sisa 14 pertandingan Monk masih bisa memberikan lima kemenangan dan 3 hasil seri, walaupun kalah 6 kali. Paling tidak, Swansea tetap selamat dengan menduduki urutan ke-12 di klasemen akhir. Monk pun dijadikan sebagai manajer tetap dan diberi kontrak tiga tahun.
Pria yang saat ini berusia 36 tahun itu pun menunjukkan kemampuannya. Selama musim lalu ia kembali mencerahkan Swansea dan membawanya finis di peringkat kedelapan. Itulah pencapaian tertinggi Swansea dalam sejarah mereka di divisi teratas Liga Inggris.
Tak heran jika Monk berambisi lebih. Ia tidak mau kesebelasannya lebih sibuk dengan misi turun divisi di pengujung musim, melainkan menatap setinggi yang mereka bisa.
"Ini musim kelima kami di Premier League, dan kita selalu mewaspadai apa yang bisa terjadi, termasuk mewaspadai terdegradasi. Tapi pemain-pemain ini lebih baik daripada itu. Ini soal bagaimana membuat mereka memahaminya," ujar Monk dikutip Reuters.
"Di musim lalu kami telah mengupayakannya, dan saya rasa Anda sudah melihat kematangan kami yang baru. Semoga kami bisa lebih matang lagi tahun ini," sambungnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar